Satu malam, Julia (bukan nama sebenarnya) yang sedang dirawat di sebuah rumah sakit ingin buang air kecil. Berulangkali ia pencet bel memanggil perawat, namun tidak ada respon. Perlahan-lahan Julia bangkit berdiri memaksakan diri sekalipun badannya terasa lemas. Sambil berjalan agak sempoyongan dia menuju kamar mandi. Tetapi belum sempat dia masuk kamar mandi keseimbangannya goyang, kepalanya berdenyut dan akhirnya jatuh. Julia berteriak, dan untungnya ada perawat yang mendengar dan menolongnya. Kasus di atas hanya ilustrasi. Yang jelas dua kata: patient safety sudah masuk dalam ranah medis paling tidak satu dasawarsa terakhir. Memang kasus kecelakaan pasien bisa terjadi di Negara manapun. Menurut World Health Organization (WHO) Kejadian Tidak Diharapkan dalam rumah sakit pada berbagai Negara menunjukkan angka 3-16 persen. Angka ini bisa naik karena belum terdata dan terlaporkan. Di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia, angka kesalahan menangani pasien diperkirakan lebih tinggi.
Tidak heran jika kemudian WHO menegaskan pentingnya keselamatan pelayanan pasien. Menurut WHO “Safety is a fundamental principle of patient care and a critical component of quality management.” (World Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO, 2004) Patient safety sendiri merupakan proses pelayanan rumah sakit secara lebih aman, termasuk assessment risiko, identifikasi dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden serta penerapkan solusi untuk meminimalisasi risiko.
Perawat dan Keselamatan Pasien. Medical error menurut Ketua PPNI Propinsi DKI Jakarta Prayetni, SKp, M.Kep merupakan kesalahan dalam proses pelayanan yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pasien. Ruang lingkupnya mulai dari kegagalan melaksanakan sepenuhnya suatu rencana atau menggunakan rencana yang salah. Kesalahan juga terjadi karena berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dilakukan. “Dalam perawatan pasien fungsi perawat menjadi sangat penting. Bisa dibilang karena perawat bekerja 24 jam, maka tanggung jawab terdepan dalam pengelolaan keselamatan pasien ada di tangan perawat,” tukas Prayetni.
Bagi dr Julianto Witjaksono SpOG, Medical dan Nursing Director RSCM, patient safety dalam praktik paling sederhana dapat dilihat dari tugas perawat. Misalnya apakah perawat sudah memberikan obat kepada pasien yang tepat ? Apakah perawat sudah memberikan obat sesuai dosis yang tepat ? Apakah perawat sudah memberikan obat tepat waktu? “Perawat harus tahu apa dampaknya jika terjadi keterlambatan pemberian obat kepada pasien,” ucap dr Julianto Witjaksono. Soal kesalahan pemberian obat itu menurut Kepala Bidang Keperawatan RS PMI Bogor Ns. Yufi liyufiudin, Skep bisa dieliminasi dengan memasang papan nama pasien yang ter-up date setiap hari. ”Cara itu kami terapkan di RS PMI. Pemasangan ini memudahkan perawat mengecek kebenaran identitas pasien saat memberikan obat,” terangnya.
Kata kuncinya untuk mengeliminasi kesalahan, tandas Prayetni adalah perawat dalam bekerja patuh SOP. “Dalam konsep keperawatan ada enam prinsip benar dalam pemberian obat. Misalnya obat apa yang bias diberikan, mengecek kebenaran nama pasien, memperhatikan dosis obat, termasuk cara pemberian obat, itu harus dipatuhi,” terangnya panjang lebar.
Ditambahkan dr Julianto ruang lingkup patient safety saat ini sudah berada dalam tataran yang ekstrem. “Misalnya bagaimana bangunannya agar tidak menimbulkan potensi cedera. Bagaimana pintunya, bagaimana selasarnya, lalu lantainya agar tidak licin mencegah cedera pada pasien, itu termasuk ruang lingkup patient safety,” jelasnya.
Kendala. Gerakan nasional keselamatan pasien sudah disosialisasikan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang membentuk Komite keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada 1 Juni 2005. Kemudian gerakan patient safety ini dicanangkan Menteri Kesehatan pada Seminar Nasional PERSI pada 21 Agustus 2005 di Jakarta. Di samping itu KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depkes telah menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang menjadi salah satu Standar Akreditasi Rumah Sakit.
Dari pengamatan Prayetni, selama ini respon rumah sakit, khususnya swasta sudah sangat baik mengimplementasikan keselamatan pasien. Hanya saja bukan berarti tidak ada kendala. Pertama, rasio perawat terhadap pasien masih kecil. “Bagaimana mungkin mengutamakan keselamatan pasien jika saat berdinas sore perawat hanya dua orang, tapi pasiennya 60,” ukasnya. Kedua, saat ini belum semua perawat mempunyai standar kompetensi sesuai ruangan an lingkup tugasnya. Ketiga, kepatuhan perawat terhadap SOP. “Saya harapkan perawat emegang nilai- nilai moral etik. Karena dalam nilai itu ada kejujuran, keikhlasan dan kecermatan. Bila perawat sudah memegang nilai moral maka ia tidak akan bertindak sembarangan,” pungkasnya. (Ners) |
0 komentar:
Posting Komentar