Sabtu, 26 Maret 2011

Sosok Rita, Perawat yang Mencuri Perhatian Pemerintah Jepang

TEMPO Interaktif, Semarang -Bingung dan kaget. Itulah perasaan Juminah saat mendengar kabar putrinya, Rita Retnaningtyas mendapat apresiasi dari Pemerintah Jepang atas jasanya ikut merawat para korban gempa dan tsunami. "Saya malah belum mendengar kabar itu,” ujar perempuan 56 tahun itu saat ditemui Tempo, Rabu, 23 Maret 2011.


Rita, 35 tahun, adalah salah satu perawat di RS Telogorejo Semarang. Karena dedikasi dan presatsinya, tempat kerjanya mengirimnya untuk mengikuti program pertukaran perawat ke Jepang selama tiga tahun.

Di Jepang, ia dijadikan salah satu perawat di RS Miyagi, Jepang. Program ini akan selesai tahun depan.

Saat gempa dan tsunami menghancurkan sebagian wilayah Jepang 11 Maret lalu, Rita tengah berada di apartemennya. Apartemennya selamat dari guncangan lindu 8,9 sekala richter tersebut serta amukan tsunami. ”Dari apartemen, saya justru bisa menyaksikan tsunami yang bergulung dan robohnya bangunan,” kata Juminan menirukan cerita Rita.

Selain bekerja, Rita juga mengikuti sejumlah kursus sepulang dari rumah sakit. Beruntung, saat itu kursus sedang libur. Juminah baru bisa berkomunikasi dengan Rita seminggu setelah tsunami melalui web cam di rumahnya.

Saat itu, kata Juminah, Rita tengah berada di sebuah tempat pengungsian di Tokyo dengan latar belakang korban tsunami yang tengah berbaring. "Mak, mungkin saya pulangnya agak lama. Menunggu para korban sembuh,” kata Rita kepada Ibunya.

Kepada sang ibu, Rita bercerita, dirinya terpanggil menolong para korban setelah menyaksikan salah satu rekan kerjanya, seorang perawat asli Jepang, mengaku kehilangan anak dan suaminya. Meski kehilangan anak dan suaminya, perawat itu, kata Rita, terlihat tabah. Bahkan sang perawat itu malah menjadi relawan untuk merawat para korban. ”Masak saya yang anak dan suaminya aman di Indonesia, tidak membantu mereka,” ujar Rita sebagaimana ditirukan ibunya.

Sejak saat itu, Rita meninggalkan Miyagi menuju Tokyo, merawat korban gempa dan tsunami. Tidak terhitung, berapa korban yang sudah dirawatnya.

Atas dasar ketulusannya itulah, Pemerintah Jepang memberikan apresiasi. Apresiasi diberikan secara langsung oleh Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Kojiro Shiojiri, Selasa, 22 Maret 2011. "Sejak sekolah, Rita memang rajin menolong orang sakit,” ujarnya.

Eko Saputro, adik Rita menambahkan, "Saat sekolah, kakak aktif di palang merah dan dokter sekolah.” Tak heran setamat SMA jika Rita memilih meneruskan kuliah di Akademi Keperawatan.

Rabu, 23 Maret 2011 pagi, Bambang Wagiman, suami Rita bersama kedua anaknya pergi ke Jakarta untuk menjemput Rita yang mengabarkan akan pulang memanfaatkan cuti selama sebulan. Wagiman berangkat tanpa mengetahui jika istrinya mendapatkan penghargaan dari pemerintah Jepang.

Bersama keluarganya, Rita tinggal di rumah sederhana di Kampung Uyel, RT 05 RW 02 Kelurahan Srondol Kulon, Kota Semarang. Dinamakan Kampung Uyel, karena kawasan RT 05 adalah perkampungan yang uyel-uyelan (desak-desakan), dimana satu rumah dengan rumah yang lain saling membelakangi.

”Saya terharu, meski kami tinggal di kawasan yang sempit, namun Rita bisa berfikir luas untuk sesama,” kata Juminah, dengan mata setengah berkaca-kaca

0 komentar:

Posting Komentar

Download MARS PPNI

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons